Masjid Al-Aqsa kembali menjadi perbincangan masyarakat dunia setelah kepolisian Israel kembali menyerang jemaah umat Muslim yang sedang beribadah, Rabu (5/4/2023) subuh lalu waktu setempat.
Aksi tersebut pun langsung menuai banyak kecaman. Sebab, Masjid Al-Aqsa adalah salah situs suci bagi umat Islam yang menyimpan sejarah yang panjang. Terlebih, Masjid Al-Aqsa pernah menjadi arah kiblat pertama bagi umat Islam di seluruh dunia sebelum bergeser ke Mekkah.
Masjid Al-Aqsa terletak di kompleks Temple Mount atau Haram Al Sharif di Kota Tua Yerusalem. Area yang juga dikenal dengan sebutan Kompleks Masjid Al Aqsa itu kerap menjadi pusaran konflik antara Israel dan Palestina.
Namun, siapakah sebenarnya pendiri Masjid Al-Aqsa?
Mengenai sejarah pembangunan Masjid Al-Aqsa, ada sejumlah pendapat yang berbeda dari para ulama. Ulama Ibnu Katsir, Ath-Thabari, dan Al-Qurthubi menyebutkan bahwa Masjid Al-Aqsa pertama kali dibangun oleh malaikat atas perintah Allah SWT.
Namun, sebagian besar ulama juga meyakini bahwa sosok pertama yang membangun Masjid Al-Aqsa adalah Nabi Adam AS yang dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim AS.
Setelah Nabi Ibrahim AS, Nabi Sulaiman AS membangun Masjid Al-Aqsa dengan bangunan yang besar, kuat, dan indah. Namun, Masjid Al-Aqsa yang dibangun Nabi Sulaiman AS roboh setelah 370 tahun akibat diserbu bangsa Babilonia.
Namun, ada pula sumber yang mengatakan bahwa Masjid Al-Aqsa pertama kali dibangun oleh khalifah kedua Islam, Umar bin Khattab setelah kedatangannya ke Yerusalem.
Menurut laporan Middle East Eye, Masjid Al-Aqsa telah mengalami banyak renovasi dan perluasan, termasuk saat era Dinasti Ummayad, Abbasiyah, dan Kekaisaran Ottoman.
Sementara itu, melansir dari The Times of Israel, tentara Muslim awalnya muncul di sekitar Yerusalem pada 637 Masehi. Saat itu, sosok yang bertanggung jawab atas Yerusalem adalah wakil pemerintah Bizantium, Patriark Sophronius dan pemimpin Gereja Kristen.
Disebutkan, Sophronius menolak menyerahkan Yerusalem meskipun banyak pasukan Muslim yang mengepung kota itu. Namun, ia hanya bersedia untuk menyerahkan Yerusalem jika Umar bin Khattab datang.
Setelah mendapatkan permintaan tersebut, Umar bin Khattab pun segera meninggalkan Madinah dan pergi sendirian menuju Yerusalem dengan satu keledai dan satu asisten. Setibanya di Yerusalem, Umar bin Khattab langsung disambut Sophronius dan diajak berkeliling kota, termasuk Gereja Makam Suci.
Ketika waktu salat tiba, Sophronius mengajak Umar bin Khattab untuk salat di dalam gereja. Namun, pemimpin Islam tersebut menolak. Umar bin Khattab bersikeras bahwa jika ia salat di gereja, umat Islam akan menggunakannya sebagai alasan untuk mengubah gereja menjadi masjid. Artinya, tindakan ini bisa membuat situs suci umat Kristen terampas.
Sebagai gantinya, Umar bin Khattab akhirnya salat di luar Gereja, yakni lokasi yang berada di sisi selatan kompleks Al-Aqsa. Di tempat itulah Masjid Al-Aqsa dibangun.
Pada awalnya, Masjid Al-Aqsa diberi nama Al-Qibli yang berarti Masjid Kiblat. Nama tersebut sesuai dengan kondisi Masjid Al-Aqsa yang pernah menjadi arah kiblat pertama bagi umat Islam di seluruh dunia sebelum bergeser ke Mekkah.
Setelah berdiri tegak, Masjid Al Aqsa mengalami serangkaian renovasi dan perluasan sepanjang sejarahnya. Pada 661-750 SM, Dinasti Umayyah memperbaiki bangunan ini, kemudian dilanjutkan Khalifah Abassiyah, Dinasti Fatimiyyah, Dinasti Ayyubi, dan Kekaisaran Ottoman.
Meskipun telah melalui berbagai renovasi dan pembangunan, masjid ini berdiri di kompleks Al-Aqsa. Selain Masjid Al-Aqsa, di area ini juga terdapat Dome of The Rock dan Tembok Ratapan.
Dome of the Rock atau Baitul Maqdis adalah tempat yang menjadi pijakan Nabi Muhammad saat Isra Mi’raj atau perjalanan menuju langit ke tujuh alias Sidratul Muntaha, sementara itu Tembok Ratapan diyakini umat Yahudi sebagai satu-satunya kuil kedua yang bertahan usai dihancurkan Romawi.