Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengedarkan draf resolusi tandingan di Dewan Keamanan PBB soal serbuan Israel ke Gaza sebelum memveto draf resolusi gencatan senjata yang digulirkan Aljazair pada Selasa (20/2/2024).
Langkah tersebut dipandang kalangan diplomat dan pakar sebagai akal-akalan AS belaka.
Pada Senin (19/2/2024), AS secara mengejutkan mengajukan rancangan resolusi alternatif mengenai Gaza yang juga menyerukan “gencatan senjata” tetapi menyebutnya sebagai tindakan sementara yang akan dilaksanakan “secepat mungkin” dan “berdasarkan formula pembebasan semua sandera.”
Dilansir Arab News, naskah resolusi rancangan AS menuntut agar Israel tidak melanjutkan serangan militer terhadap kota Rafah di selatan Gaza, dengan alasan serangan tersebut “akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada warga sipil dan pengusiran mereka lebih lanjut, termasuk potensial ke negara tetangga, yang akan memiliki dampak serius bagi perdamaian dan keamanan regional.”
Rafah telah menjadi tempat perlindungan terakhir untuk lebih dari satu juta warga Palestina yang terpaksa melarikan diri dari pertempuran di bagian lain Gaza.
Diskusi mengenai draf resolusi rancangan AS yang menurut para diplomat, belum resmi disampaikan kepada para anggota Dewan Keamanan PBB, belum terjadi dan belum ada jadwal pemungutan suara atas naskah tersebut.
Namun, sumber-sumber tersebut mengatakan berdasarkan laporan media, teks resolusi tampak terlalu panjang.
Mereka juga menyoroti seruan gencatan senjata yang dalam draf tersebut disebut sebagai tindakan sementara yang akan dilaksanakan “secepat mungkin,” tidak menyebutkan siapa yang akan menentukan kapan itu terjadi.
Menurut mereka, hal itu menunjukkan AS akan menyerahkan keputusan gencatan senjata kepada Israel.
Sebelumnya, untuk keempat kalinya sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023, AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera di wilayah konflik tersebut, Selasa.
Alasannya, resolusi semacam itu akan mengganggu negosiasi “sensitif” yang sedang berlangsung di bawah arahan Washington, yang berusaha mengakhiri pertikaian.
Linda Thomas-Greenfield, perwakilan tetap AS untuk PBB, menyebut pemungutan suara pada Selasa sebagai “tindakan yang tidak bertanggung jawab.”