Tata cara berpuasa astronaut di luar angkasa akan berbeda dengan umat muslim di permukaan Bumi. Adalah Sultan Alneyadi, astronaut asal Uni Emirat Arab yang berencana menjalankan puasa Ramadan di luar angkasa.
Di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), ia bakal menyaksikan 16 kali matahari terbit dan terbenam dalam kurun waktu 24 jam.
Warga RI yang muslim cukup beruntung karena lokasi yang berada di sekitar garis Kathulistiwa membuat jarak antara matahari terbit dan terbenam di Indonesia selalu stabil di kisaran 13 jam.
Waktu terpanjang berpuasa dialami oleh umat muslim yang tinggal di belahan Bumi bagian utara seperti Islandia dan Skotlandia, yang harus berpuasa 15 jam atau lebih. Di sisi lain, waktu berpuasa muslim di negara belahan selatan Bumi seperti Argentina dan Selandia Baru lebih singkat yaitu hanya sekitar 11 jam atau lebih.
Namun, waktu berpuasa bagi astronaut di orbit bisa jauh lebih singkat. Itu jika waktu puasa mereka mengacu kepada matahari terbit dan terbenam.
Menurut NASA, dalam kurun waktu 24 jam, ISS 16 kali mengorbit Bumi. Artinya, dalam kurun waktu sehari astronaut yang menumpang di ISS menyaksikan 16 kali matahari terbit dan 16 kali matahari terbenam.
Kepada CNN International, Alneyadi menyatakan ia tetap berencana menjalankan ibadah puasa Ramadan meskipun ada pengecualian baginya sebagai seorang musafir.
“Jadi apapun yang bisa membuat misi kami berantakan atau berisiko bagi kru, kami diperbolehkan untuk makan secukupnya untuk mencegah kekurangan nutrisi atau dehidrasi,” kata Alneyadi.
Jika tetap berpuasa, Alneyadi menyatakan ia bisa mengikuti waktu Greenwich Mean Time, yang dijadikan waktu resmi di ISS.