Kasus harian Covid-19 di Indonesia diam-diam melonjak dan pada Jumat (14/04/2023) pukul 12.00 WIB tercatat telah bertambah 1.017 dibandingkan Kamis (13/04/2023). Padahal, per 10 April 2023 masih di kisaran 400 kasus positif harian.
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia hingga Jumat ini terhitung sejak awal pandemi pada 2020 lalu mencapai 6.755.600.
Di saat bersamaan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ternyata tengah memantau subvarian Covid-19 baru bernama Arcturus. Varian ini pertama kali terdeteksi di beberapa negara pada akhir Januari lalu.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah mengonfirmasi bahwa varian baru Covid-19 Arcturus alias subvarian Omicron XBB 1.16 sudah masuk ke Indonesia. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan ada dua kasus varian baru itu di Tanah Air.
XBB.1.16 memiliki satu mutasi tambahan yang menurut penelitian laboratorium, membuatnya lebih menular dan berpotensi lebih patogen.
Gejala XBB.1.16 juga dilaporkan sama dengan varian sebelumnya, yaitu demam, sesak napas, dan batuk. Namun, banyak dari mereka yang terinfeksi juga melaporkan konjungtivitis dan mengalami mata lengket.
Ahli epidemiologi penyakit menular di lembaga penelitian nirlaba RTI International, Richard Reithinger, lebih lanjut menjelaskan konjungtivitis atau infeksi mata sebelumnya juga sudah dilaporkan sebagai salah satu gejala Covid19. Namun, kasusnya tidak sering.
Para peneliti di Truhlsen Eye Institute dari Nebraska Medicine mengidentifikasi virus dalam film air mata yang dapat menyebabkan konjungtivitis.
“Biasanya, anak-anak ini datang dengan infeksi pernapasan sederhana berupa batuk, pilek, dan demam, dan ketika dites ternyata positif (COVID-19),” kata dokter anak Rahul Nagpal.
Sedangkan pada orang dewasa, Nagpal menjelaskan gejala utama XBB.1.16 cenderung menyerupai flu. Gejala tersebut berupa hidung berair, sakit tenggorokan, dan batuk.
Varian Arcturus XBB.1.16 adalah rekombinan dari dua sub-varian BA.2, dan studi pracetak dari para ilmuwan di Universitas Tokyo menunjukkan bahwa ia menyebar sekitar 1,17 hingga 1,27 kali lebih efisien daripada kerabatnya XBB.1 dan XBB. 1.5.