Anak Buah Luhut Buka Suara Soal Insentif Mobil Listrik Impor
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Aturan ini diharapkan akan mendongkrak kapasitas produksi kendaraan listrik (EV) Indonesia, seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap EV.
Adapun Perpres terbaru tersebut mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk 0% impor, PPnBM 0%, https://judol-terpercaya.xyz/ dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB, yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dan Completely Knock Down (CKD) dengan TKDN <40%.
“Ini adalah win-win program yang cukup progresif untuk Indonesia dan investor. Kita perlu membangun economic of scale untuk pasar kendaraan EV di Indonesia, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program insentif untuk membentuk ekosistem kendaraan EV di Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin dalam keterangannya, Jumat (15/11/2023).
“Bagaimana memberi insentif ketika pasar belum terbentuk? Oleh karena itu pemerintah memberikan peluang kepada investor untuk membangun pabrik EV di Indonesia, dan pada saat yang sama sebelum pabrik beroperasi, mereka dapat memasarkan produk import EV mereka di Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif,” imbuhnya.
Rachmat menjelaskan, produsen EV dapat menikmati paket insentif impor hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau ‘hutang produksi’ hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.
Foto: (CNBC Indonesia/Tias Budiarto)
Sejumlah pengunjung melihat mobil listrik terbaru keluaran Hyundai yaitu Ioniq 6 di hari terakhir ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023 pada Minggu, (20/8) Indonesia Convention Exhibition, BSD City. (CNBC Indonesia/Tias Budiarto) |
Rachmat menegaskan bahwa paket insentif tambahan juga akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak options atau pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
“Ada dua hal yang kita perlu kita perhatikan opsi dan affordability. Saat ini opsi EV yang tersedia masih terbatas, dan belum dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia,” tuturnya.
Dengan paket insentif tambahan, produsen dapat menghadirkan lebih banyak model EV dengan harga jual kompetitif dibanding mobil konvensional.
“Melihat tren permintaan EV global yang meningkat, industri otomotif tanah air perlu bergegas bertransformasi dan menangkap peluang tren global. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat produksi dan rantai pasok kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara,” sebutnya.
Diketahui penjualan mobil listrik global saat ini telah mencapai 14% dari total penjualan mobil global. Melonjak dari 3 juta mobil listrik di 2020 ke 10 juta mobil Listrik di 2022 (IEA, 2023). Namun saat ini, kapasitas manufaktur EV Indonesia tertinggal dari negara tetangga. Tercatat kemampuan produksi Indonesia mencapai 34.000 mobil, 2.480 bus dan 1,45 juta sepeda motor per tahun. Sementara, kapasitas produksi kendaraan listrik di Thailand mencapai ~240.000 per tahun.
Indonesia menargetkan dua juta mobil penumpang kendaraan listrik dan 13 juta sepeda motor listrik yang mengaspal pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut dan memastikan kelancaran implementasi paket insentif tambahan tersebut, saat ini pemerintah tengah melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan dan harmonisasi peraturan teknis.
Sebelumnya pemerintah telah meluncurkan insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen dan produsen. Salah satu bentuk insentif adalah potongan harga sebesar Rp7 Juta bagi seluruh masyarakat Indonesia yang ingin membeli sepeda motor listrik baru yang memenuhi 40% kebutuhan komponen lokal.